Mengenai Saya

Foto saya
SEKARANG INI SEMENTARA MENYELESAIKAN STUDI S1 PERTANIAN DI UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO.

PERIKANAN BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG

BUDIDAYA LELE SANGKURIANG(Clarias sp.)

Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan
BUDIDAYA LELE SANGKURIANG
(Clarias sp.)
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air Tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan 1) dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya relatif mudah dan 4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.
Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit.
Namun demikian perkembangan budidaya yang pesat tanpa didukung pengelolaan induk yang baik menyebabkan lele dumbo mengalami penurunan kualitas. Hal ini karena adanya perkawinan sekerabat (inbreeding), seleksi induk yang salah atas penggunaan induk yang berkualitas rendah. Penurunan kualitas ini dapat diamati dari karakter umum pertama matang gonad, derajat penetasan telur, pertumbuhan harian, daya tahan terhadap penyakit dan nilai FCR (Feeding Conversion Rate).
Sebagai upaya perbaikan mutu ikan lele dumbo BBAT Sukabumi telah berhasil melakukan rekayasa genetik untuk menghasilkan lele dumbo strain baru yang diberi nama lele “Sangkuriang”.
Seperti halnya sifat biologi lele dumbo terdahulu, lele Sangkuriang tergolong omnivora. Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas.
Tujuan pembuatan Petunjuk Teknis ini adalah untuk memberikan cara dan teknik pemeliharaan ikan lele dumbo strain Sangkuriang yang dilakukan dalam rangka peningkatan produksi Perikanan untuk meningkatkan ketersediaan protein hewani dan tingkat konsumsi ikan bagi masyarakat Indonesia.
Berdasarkan keunggulan lele dumbo hasil perbaikan mutu dan sediaan induk yang ada di BBAT Sukabumi, maka lele dumbo tersebut layak untuk dijadikan induk dasar yaitu induk yang dilepas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan telah dilakukan diseminasi kepada instansi/pembudidaya yang memerlukan. Induk lele dumbo hasil perbaikan ini, diberi nama “Lele Sangkuriang”. Induk lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui cara silang balik antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia tahun 1985. Sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi. Induk dasar yang didiseminasikan dihasilkan dari silang balik tahap kedua antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan hasil silang balik tahap pertama (F2 6).
Budidaya lele Sangkuriang dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m – 800 m dpi. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya artinya kawasan budidaya yang dikembangkan sejalan dengan kebijakan yang dilakukan Pemda setempat.
Budidaya lele, baik kegiatan pembenihan maupun pembesaran dapat dilakukan di kolam tanah, bak tembok atau bak plastik. Budidaya di bak tembok dan bak plastik dapat memanfaatkan lahan pekarangan ataupun lahan marjinal lainnya.
Sumber air dapat menggunakan aliran irigasi, air sumu (air permukaan atau sumur dalam), ataupun air hujan yan sudah dikondisikan terlebih dulu. Parameter kualitas air yan baik untuk pemeliharaan ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut:







  1. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air.







  2. pH air yang ideal berkisar antara 6-9.







  3. Oksigen terlarut di dalam air harus > 1 mg/l.
Budidaya ikan lele Sangkuriang dapat dilakukan dalam bak plastik, bak tembok atau kolam tanah. Dalam budidaya ikan lele di kolam yang perlu diperhatikan adalah pembuatan kolam, pembuatan pintu pemasukan dan pengeluaran air.
Bentuk kolam yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele adalah empat persegi panjang dengan ukuran 100-500 m2. Kedalaman kolam berkisar antara 1,0-1,5 m dengan kemiringan kolam dari pemasukan air ke pembuangan 0,5%. Pada bagian tengah dasar kolam dibuat parit (kamalir) yang memanjang dari pemasukan air ke pengeluaran air (monik). Parit dibuat selebar 30-50 cm dengan kedalaman 10-15 cm.
Sebaiknya pintu pemasukan dan pengeluaran air berukuran antara 15-20 cm. Pintu pengeluaran dapat berupa monik atau siphon. Monik terbuat dari semen atau tembok yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian kotak dan pipa pengeluaran. Pada bagian kotak dipasang papan penyekat terdiri dari dua lapis yang diantaranya diisi dengan tanah dan satu lapis saringan. Tinggi papan disesuaikan dengan tinggi air yang dikehendaki. Sedangkan pengeluaran air yang berupa siphon lebih sederhana, yaitu hanya terdiri dari pipa paralon yang terpasang didasar kolam dibawah pematang dengan bantuan pipa berbentuk “L” mencuat ke atas sesuai dengan ketinggian air kolam.
Saringan dapat dipasang pada pintu pemasukan dan pengeluaran agar ikan-ikan jangan ada yang lolos keluar/masuk.
Pelaksanaan Budidaya
Sebelum benih ikan lele ditebarkan di kolam pembesaran, yang perlu diperhatikan adalah tentang kesiapan kolam meliputi:
a.
Persiapan kolam tanah (tradisional)
Pengolahan dasar kolam yang terdiri dari pencangkulan atau pembajakan tanah dasar kolam dan meratakannya. Dinding kolam diperkeras dengan memukul-mukulnya dengan menggunakan balok kayu agar keras dan padat supaya tidak terjadi kebocoran. Pemopokan pematang untuk kolam tanah (menutupi bagian-bagian kolam yang bocor).
Untuk tempat berlindung ikan (benih ikan lele) sekaligus mempermudah pemanenan maka dibuat parit/kamalir dan kubangan (bak untuk pemanenan).
Memberikan kapur ke dalam kolam yang bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.
Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2.
Pada pintu pemasukan dan pengeluaran air dipasang penyaring
Kemudian dilakukan pengisian air kolam.
Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.
b.
Persiapan kolam tembok
Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.
c. Penebaran Benih
Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit.
Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih diaklimatisasi dulu (perlakuan penyesuaian suhu) dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih. Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.
d.
Pemberian Pakan
Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan ikan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 3-4 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.
e.
Pemanenan
Ikan lele Sangkuriang akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 – 250 gram per ekor dengan panjang 15 – 20 cm. Pemanenan dilakukan dengan cara menyurutkan air kolam. Ikan lele akan berkumpul di kamalir dan kubangan, sehingga mudah ditangkap dengan menggunakan waring atau lambit. Cara lain penangkapan yaitu dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu diletakkan didasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan lele akan masuk kedalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.
Pengangkutan ikan lele dapat dilakukan dengan menggunakan karamba, pikulan ikan atau jerigen plastik yang diperluas lubang permukaannya dan dengan jumlah air yang sedikit.
Kegiatan budidaya lele Sangkuriang di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Organisme predator yang biasanya menyerang antara lain ular dan belut. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp.
Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam. Sedangkan penanggulangan belut dapat dilakukan dengan pembersihan pematang kolam dan pemasangan plastik di sekeliling kolam.
Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengobatan dapat menggunakan obat-obatan yang direkomendasikan.
Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik.
Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:







  • Pindahkan segera ikan yang memperlihatkan gejala sakit dan diobati secara terpisah. Ikan yang tampak telah parah sebaiknya dimusnahkan.







  • Jangan membuang air bekas ikan sakit ke saluran air.







  • Kolam yang telah terjangkit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur (CaO) ditebarkan merata didasar kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam retak-retak.







  • Kurangi kepadatan ikan di kolam yang terserang penyakit.







  • Alat tangkap dan wadah ikan harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit. Sebelum dipakai lagi sebaiknya dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50 liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air).







  • Setelah memegang ikan sakit cucilah tangan kita dengan larutan PK







  • Bersihkan selalu dasar kolam dari lumpur dan sisa bahan organik







  • Usahakan agar kolam selalu mendapatkan air segar atau air baru.







  • Tingkatkan gizi makanan ikan dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.
ANALISA USAHA
Pembesaran lele Sangkuriang di bak plastik
1.
Investasi
a.
Sewa lahan 1 tahun @ Rp 1.000.000,-
=
Rp
1.000.000,-
b.
Bak kayu lapis plastik 3 unit @ Rp 500.000,-
=
Rp
1.500.000,-
c.
Drum plastik 5 buah @ Rp 150.000,-
=
Rp
750.000,-
Rp
3.250.000,-
2.
Biaya Tetap
a.
Penyusutan lahan Rp 1.000.000,-/1 thn
=
Rp
1.000.000,-
b.
Penyusutan bak kayu lapis plastik Rp 1.500.000,-/2 thn
=
Rp
750.000,-
c.
Penyusutan drum plastik Rp 750.000,-/5 thn
=
Rp
150.000,-
Rp
1.900.000,-
3.
Biaya Variabel
a.
Pakan 4800 kg @ Rp 3700
=
Rp
17.760.000,-
b.
Benih ukuran 5-8 cm sebanyak 25.263 ekor @ Rp 80,-
=
Rp
2.021.052,63
c.
Obat-obatan 6 unit @ Rp 50.000,-
=
Rp
300.000,-
d.
Alat perikanan 2 paket @ Rp 100.000,-
=
Rp
200.000,-
e.
Tenaga kerja tetap 12 OB @ Rp 250.000,-
=
Rp
3.000.000,-
f.
Lain-lain 12 bin @ Rp 100.000,-
=
Rp
1.200.000,-
Rp
24.281.052,63
4.
Total Biaya
Biaya Tetap + Biaya Variabel
=
Rp 1.900.000,- + Rp 24.281.052,63
=
Rp 26.181.052,63
5.
Produksi lele konsumsi 4800 kg x Rp 6000/kg -Rp 28.800.000,
6.
Pendapatan
Produksi - (Biaya tetap + Biaya Variabel)
=
Rp 28.800.000,- – ( Rp 1.900.000,- + Rp 24.281.052,63)
=
Rp 2.418.947,37
7.
Break Event Point (BEP)
Volume produksi
=
4.396,84 kg
Harga produksi
=
Rp 5.496,05
Sumber :Buku Budidaya Lele Sangkuriang, Dit. Pembudidayaan, Ditjen Perikanan Budidaya

Pengunjung yang terhormat, untuk melihat Alamat Dinas /sekter pengolahan dan pemasaran hasil pertanian (perikanan, peternakan, dll) di nusantara. Silakan klik alamat ini : http://agribisnis.deptan.go.id/Pustaka/alamat%20kabputen%20(JULI).htm
 dikutip dari :
http://anasbanget.wordpress.com


karir anda mentok, karena pendidikan tak mendukung ? lanjutkan kuliah di |
tempat kuliah paling fleksibel SARJANA NEGERI 3 TAHUN – TANPA SKRIPSI ABSENSI HADIR BEBAS – BERKUALITAS – IJAZAH & GELAR DARI DEPDIKNAS MURAH DAPAT DIANGSUR TIAP BULAN -terima pindahan dari PTN/PTS lain
MANAJEMEN – AKUNTANSI – ILMU KOMUNIKASI – ILMU PEMERINTAHAN
022-70314141;7313350 : jl. terusan halimun 37 bandung- utkampus.net
KLASIFIKASI, JENIS DAN CIRI-CIRI
Secara umum, pola budidaya perikanan air tawar yang dilakukan masyarakat di Indonesia, dapat digolongkan atas 3 pola, yaitu :
  1. Pola budidaya tunggal (monoculture), dimana dalam satu unit lahan usaha hanya satu jenis ikan yang dipelihara.
  2. Pola budidaya campuran (polyculture), dimana dalam satu unit lahan usaha, jenis ikan utama dipelihara bersama-sama dengan jenis-jenis ikan lainnya. Jenis-jenis lain yang dipelihara bukan pemangsa ikan utama dan sebaliknya
  3. Pola budidaya diversifikasi, dimana dalam satu unit lahan usaha terdapat beberapa subsistem budidaya dari beberapa jenis ikan yang dipelihara, baik pola tunggal maupun campuran bersama dengan usaha budidaya komoditi pertanian lainnya
Adapun asumsi pola budidaya yang digunakan dalam penyusunan pola pembiayaan ini adalah pola budidaya tunggal. Dengan demikian, ikan yang dipelihara dan kemudian di panen hanya satu jenis ikan yaitu ikan gurami berupa benih dan ikan gurami konsumsi.
Ikan gurami (Osphronemus gouramy, Lacepede) merupakan ikan tawar keluarga Anabantidae. Ikan ini mempunyai bentuk badan pipih dan lebar. Pada ikan yang sudah dewasa, lebar badannya hampir dua kali panjang kepala atau ¾ kali panjang tubuhnya. Bentuk kepala ikan gurami yang masih berusia muda lancip ke depan, dan setelah tua menjadi dempak. Warna tubuhnya terutama di bagian punggung adalah merah sawo sedangkan pada bagian perut berwarna kekuning-kuningan atau keperak-perakan. Sepasang sirip perut gurami akan mengalami perubahan menjadi sepasang benang panjang yang berfungsi sebagai alat peraba. Sirip yang keras menempel pada punggungnya sedangkan garis rusuknya menyilang di bagian bawah sirip punggung. Panjang tubuh maksimum 65 cm.
Strain gurami yang dikenal masyarakat cukup banyak dan bervariasi dimana antar strain dibedakan berdasarkan kemampuannya dalam memproduksi telur, kecepatan tumbuh dan bobot maksimal yang bisa di capai setelah dewasa. Namun demikian belum ada penetapan strain gurami yang standar dari instansi yang berwenang. Beberapa yang dikenal dalam masyarakat adalah gurami blue safir, paris, baster dan batu.
Ikan gurami merupakan ikan yang relatif lambat pertumbuhannya dan baru mencapai kematangan telur sekitar umur 2 tahun. Ciri-ciri yang membedakan antara ikan gurami betina dan jantan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Ciri-ciri Ikan Gurami Betina dan Jantan
Betina
Jantan
Dahi dempak (papak)
Dahi menonjol
Dasar sirip dada gelap kehitaman
Dasar sirip dada terang keputihan
Dagu keputihan sedikit coklat
Dagu kuning
Jika diletakkan pada tempat yang datar ekor bergerak-gerak
Jika diletakkan pada tempat datar ekor akan naik
Bentuk bibir tipis
Bentuk bibir tebal
Untuk menjamin kualitas ikan konsumsi yang baik, perlu penyediaan induk unggul karena dari induk unggul akan menghasilkan benih unggul pula. Induk unggul dan benih dapat diperoleh dari BBI atau dari Unit Pembenihan Rakyat (UPR). Di Banyumas, induk unggul oleh BBI setempat digolongkan ke dalam empat kriteria induk yaitu unggulan 1, unggulan 2, unggulan 3 dan unggulan 4 yang dibedakan berdasarkan pada frekuensi memijah dan banyaknya telur yang dihasilkan. Penyediaan induk unggul oleh BBI dapat menjamin kualitas induk yang dipelihara oleh pembudidaya yang selanjutnya mempengaruhi produksi telur dan benih ikan. Untuk memperbaiki mutu induk yang dihasilkan dilakukan perbaikan genetik induk dengan cara perkawinan silang (cross breeding) untuk menjamin pertumbuhan dan daya tahan yang tinggi terhadap penyakit, dan tidak diperkenankan perkawinan satu turunan (in breeding). Memilih induk yang baik dilakukan dengan memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut :
Tabel 4.2.
Ciri induk gurami betina dan jantan yang baik
Betina
Jantan
Warna badan terang
Warna badan gelap
Perut membulat
Perut dekat anus lancip
Susunan sisik teratur
Susunan sisik teratur
Badan relatif panjang
Gerakannya lincah
Umur mulai dipijahkan 2 tahun
Umur mulai dipijahkan 2 tahun
SYARAT LOKASI USAHA
Untuk mendapatkan kualitas ikan gurami yang optimal, maka berikut ini adalah persyaratan minimal yang harus dipenuhi
  1. Dilaksanakan di dataran rendah pada ketinggian 20 – 400 m dpl
  2. Kuantitas dan kualitas air mencukupi. Kualitas air yang dibutuhkan yaitu air tenang, bersih, dasar kolam tidak berlumpur (kekeruhan air 40 cm dari permukaan air), tidak tercemar bahan kimia beracun dan limbah (kadar NH3 tidak lebih besar dari 0,02%), kemasan air (pH) 6,5-8. Apabila pH di bawah 6,5 maka untuk menaikkan pH di lakukan pengapuran dengan CaCO3, sedangkan apabilah pH diatas 8 maka untuk menurunkan dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang.
  3. Tanah tidak berporous dan cukup mengandung humus. Tanah yang tidak berporous dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor, sedangkan perbandingan antara tanah liat dan pasir kurang dari 60%:40%.
  4. Kemiringan tanah 3%-5% untuk memudahkan pengairan kolam
  5. Temparatur optimum 25-30oC
  6. Kandungan oksigen dalam > 2 ppm
    Habitat ikan gurami adalah rawa, sungai, telaga dan kolam. Sedangkan pemeliharaan oleh pembudidayaan biasanya di kolam.
TAHAPAN BUDIDAYA
Budidaya ikan gurami dapat dibagi dkedalam beberapa tahapan berikut



    1. Pendederan 1 (D1) : pemeliharaan benih 0,5 gram hingga mencapai berat 1 gram selama 1 bulan
    2. Pendederan 2 (D2) : pemeliharaan benih 1 gram hingga mencapai berat 5 gram selama 1 bulan
    3. Pendederan 3 (D3) : pemeliharaan benih 5 gram hingga mencapai berat 20-25 gram selama 2 bulan
    4. Pendederan 4 (D4) : pemeliharaan benih 20 -25 gram hingga mencapai berat 75-100 gram selama 2 bulan
    5. Pendederan 5 (D5) : pemeliharaan benih 75 -100 gram hingga mencapai berat 200 -250 gram selama 3 bulan.






  1. Tahap pembenihan yang mencakup tahap pemijahan, penetesan telur dan perawatan larva. Telur yang telah menetas dari induknya dipelihara hingga menjadi larva dengan berat 0,5 gram selama 1 bulan.







  2. Tahap pendederan yaitu tahap pemeliharaan benih gurami sejak 0,5 gram sampai menjadi berat 200-250 gram yang siap dibesarkan. Penderan dibagi kedalam 5 tahap sebagai berikut :








  • Tahap pembesaran yaitu pemeliharaan benih 250-250 gram hingga mencapai ukuran konsumsi dengan berat lebih dari 500 gram selama 3 bulan.





  • Selain tahapan budidaya sebagaimana tersebut diatas, ada pula yang membagi tahapan pendederan dalam 3 tahapan saja berat 1 gram hingga mencapai berat 20-25 gram.
    Alasan membagi budidaya ikan gurami dalam tahapan tersebut diatas adalah :
    1. Membudidayakan ikan gurami sampai dengan ukuran konsumsi memakan waktu cukup lama sehingga perolehan hasil usaha dirasakan cukup lama.
    2. Permintaan produk untuk setiap tahapan (dalam bentuk telur, benih dan ikan ukuran konsumsi) cukup tinggi
    3. Keterbatasan modal dan lahan usaha apabila pembudidaya harus melaksanakan tahapan dalam satu siklus penuh
    Dengan demikian maka pembagian tahapan ini membantu pembudidaya dalam hal ini :
    1. Mempersingkat masa panen
    2. Menghasilkan pendapatan pembudidaya dengan keuntungan yang cukup memadai
    3. Menurunkan resiko kegagalan panen
    Adanya tahap budidaya tersebut dapat membuka peluang usaha budidaya ikan gurami yang cukup luas sejak pembenihan sampai dengan pembesaran yang berkaitan antara satu dengan yang lain dalam satu sistem budidaya ikan gurami, sebagaimana digambarkan pada Skema 4.1.
    Skema 4.1. Sistem budidaya ikan gurami :
    Tahapan, lama pemeliharaan dan produk yang dihasilkan
    TEKNOLOGI TEPAT GUNA
    Tingkat teknologi yang digunakan untuk budidaya ikan gurami umumnya di klasifikasikan ke dalam 3 jenis yaitu tradisional, semi intensif dan intensif, namun tidak ada batasan yang pasti dan jelas antara ketiga tingkat teknologi tersebut karena penggolongannya hanya dilakukan melalui perbedaan ciri-cirinya saja. Kebanyakan yang dilakukan masyarakat adalah teknologi tradisional dan semi intensif. Klasifikasi teknologi tersebut berpedoman pada Sapta Usaha Perikanan yang meliputi :
    1. Pengolahan lahan
    2. Pengairan
    3. Pemupukan/pemberian pakan
    4. Penyediaan benih atau induk yang unggul
    5. Pencegahan hama dan penyakit
    6. Panen
    7. Perbaikan manajemen usaha tani
    Ciri-ciri penggunaan teknologi tradisional adalah hanya mengandalkan pada kondisi alam saja, pemberian pakan secara alami, pemeliharaan ikan gurami dimaksudkan hanya sebagai tabungan saja dan dipanen setahun sekali dalam rangka memenuhi kebutuhan hari lebaran/hari besar. Sedangkan ciri-ciri teknologi semi intensif adalah sedikit banyak telah melaksanakan kegiatan budidaya sesuai dengan Sapta Usaha Perikanan misalnya dalam hal pakan telah menggunakan pakan buatan disamping pakan alami dan telah dilakukan pengaturan kualitas air, namun belum secara terukur dan terkontrol. Ciri-cir teknologi intensif adalah mengacu pada Sapta Usaha Perikanan dan dilakukan secara terkontrol.
    TEKNIS BUDIDAYA
    Budidaya ikan gurami memerlukan kolam penyimpanan induk, kolam pemijahan, kolam/bak penetasan dan pemeliharaan benih, kolam pendederan, kolam pembersaran dan kolam pemberokan (penyimpanan sebelum di pasarkan). Sebelum dilakukan kegiatan budidaya, perlu dilakukan pembuatan kolam yang meliputi antara lain pembuatan pematang, saluran pemasukan air dan saluran pembuangan air, pintu pematang air, pintu pembuangan air, caren dan kowean (sering pula disebut kemalir dan kobakan), serta pengolahan dasar kolam dengan pupuk dan kapur. Setelah kolam siap untuk digunakan, baru dilakukan kegiatan pembenihan, pendederan dan pembesaran ikan gurami.
    (1) Persiapan kolam
    Tahap persiapan kolam untuk pembenihan, pendederan maupun pembesaran prinsipnya hampir sama, hanya dibedakan pada padat tebar dan jenis pakan yang diberikan serta ketinggian air yang dibutuhkan. Konstruksi kolam dan pengolahan lahan pada setiap tahap sama.
    Foto 2 : Kolam Pembesaran di Bogor.
    Di sekitar kolam biasanya ditanami pohon sente sebagai salah satu bahan pakan ikan
    Foto 3 : Bak Kontrol.
    Berguna untuk mengatur kuantitas dan kebersihan air yang masuk ke dalam kolam
    a. Pembuatan kolam
    Bentuk pematang dibuat trapesium yaitu lebih lebar di bagian bawah, dengan kemiringan sebaiknya tidak lebih dari 45&degC. Untuk membuat kolam dilakukan pencangkulan guna membalik tanah dasar dengan “keduk teplok”, yaitu memperdalam saluran dan pemetakan kolam yang sekaligus memperbaiki pematangnya, sehingga ketinggian air kolam nantinya mencapai 60 m. Kowean dibuat di tengah kolam dengan ukuran 1x1x0,4 m dan diberi tanggul sehingga merupakan kolam kecil di dalam kolam (Lihat skema 4.2.). Kowean berfungsi untuk melepaskan benih berat 0,5 gram pada saat penebaran dan tempat unuk menangkap ikan saat panen. Setelah itu membuat caren dengan lebar 30 cm dan dalam 30 cm, yang berfungsi sebagai tampat pengumpulan benih pada saat air kolam dangkal atau surut dan untuk menggiring benih ke kowean saat panen
    Skema 4.2. Konstruksi kolam pendederan ikan gurami
    Pada saat persiapan pembuatan kolam dilakukan juga pengeringan dasar kolam. Setelah dasar kolam kering, diberikan kapur dengan dosis 100-200 gr/m2 dan pupuk kandang 500-1.000 gr/m2. Pupuk kandang yang cukup baik untuk digunakan adalah kotoran ayam karena memiliki unsur hara yang lengkap untuk menumbuhkan pakan alami, mudah terurai dan kandungan amoniaknya tidak terlalu tinggi. Pemupukan dilakukan untuk menyuburkan tanah sekaligus menumbuhkan pakan alami seperti Fitoplankton, Zooplankton dan Bentos yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan larva dan benih ikan gurami. Setelah itu dilakukan pengisian air dan dibiarkan selama 7 hari untuk memberi kesempatan pupuk terurai dan menumbuhkan pakan alami bagi benih gurami. Persediaan pakan alami ini dapat memenuhi kebutuhan benih ikan selama 11 s.d 14 hari. Di dasar kolam dekat pintu pemasukan air sebaiknya ditanami ganggang Hydrilla verticilata sebagai tempat berlindung dan mencari makan benih ikan gurami.
    (2). Pembenihan
    a. Tahan pemijahan
    1). Pemeliharaan induk
    Induk-induk disimpan dalam kolam penyimpanan induk. Seekor induk membutuhkan luas kolam kurang lebih 5 meter dengan dasar kolam berpasir dan kedalaman air sekitar 75-100 cm. Pakan yang diberikan adalah daun-daunan sebanyak kurang lebih 5% dari berat populasi dan pakan diberikan pada setiap sore hari. Makanan tambahan dapat diberikan berupa pelet sebanyak 0,5-1% dari berat populasi. Pemberian pelet untuk induk dibatasi untuk mencegah timbunan lemak pada induk karena dapat mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan. Ukuran berat induk jantan sekitar 2-3 kg/ekor dan induk betina 2-2,5 kg/ekor. Induk gurami dapat dipijahkan 2 kali dalam setahun selama usia produktif (5 tahun) . Induk gurami dapat dipijahkan tidak lebih dari 10 kali karena jika lebih dari 10 kali memijah dikhawatirkan fekunditas (yaitu daya tetas telur menjadi larva), rendah dan mortalitas telur dan benih yang dihasilkan meningkat.
    2). Penebaran induk dan proses pemijahan
    Setelah proses pematangan gonad (yaitu organ hewan yang menghasilkan sperma dan telur) di kolam penampungan telah mencapai puncaknya, induk dimasukkan ke dalam petak kolam pemijahan. Luas kolam yang diperlukan untuk pemijahan adalah kurang lebih 20 m2 per pasang induk yang terdiri dari 1 ekor pejantan dan 3-4 ekor betina. Untuk mengetahui apakah induk telah siap memijah dapat diketahui dari ciri-ciri sebagai berikut :
    Induk betina
    - Bagian perut belakang sirip dada kelihatan menggembung
    - Sisik -sisik agak terbuka
    Induk jantan
    - Kedua belah rusuknya bagian perut membentuk sudut tumpul
    - Tingkahnya sangat agresif
    Foto 4 : Kolam Induk.
    Kolam induk yang luas dapat disekat menjadi beberapa bagian dengan menggunakan pagar bambu
    Induk jantan akan membuat sarang setelah 15-30 hari dilepaskan dalam kolam pemijahan. Oleh karena itu dipersiapkan perlengkapan kolam pemijahan terdiri dari sosog, anjang-anjang dan bahan sarang. Sosog sebagai tempat sarang terbuat dari bambu yang dipasang di bawah permukaan air. Anjang-anjang adalah tempat meletakkan bahan sarang yang terbuat dari bambu dengan lubang anyaman 10×10 cm di pasang di atas permukaan air. Bahan sarang berupa ijuk halus, serabut kelapa atau serat karung. Satu ekor jantan dapat membuat 2 buah sarang. Pembuatan sarang berlangsung selama 1 minggu.
    Pemijahan berlangsung sekitar 2 hari setelah pembuatan sarang. Induk gurami betina melepaskan telurnya ke sarang dan induk jantan menyemprotkan spermanya sehingga terjadi pembuahan. Telur-telur yang jatuh ke dasar kolam di ambil oleh induk jantan dengan mulutnya kemudian di masukkan dalam sarang. Pemijahan berlangsung 2-3 hari dan sementara pemijahan berlangsung induk betina menjaga sarang. Sarang yang berisi telur kemudian ditutup dan di jaga oleh induk jantan. Untuk menjaga sirkulasi dan pasokan oksigen ke dalam sarang, induk betina menggerak-gerakkan sirip ekor ke arah sarang. Satu ekor betina dapat menghasilkan 3.000-4.000 butir, bahkan ada yang mencapai 10.000 butir telur. Tanda telah terjadi pemijahan adalah terciumnya bau amis dan permukaan air di atas sarang terlihat berminyak.
    b. Penetasan telur
    Telur dapat diambil 1 hari setelah pemijahan. Telur-telur ini kemudian dipisahkan dari sarangnya dan dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan lemak yang menempel pada telur kemudian ditetaskan dalam wadah yang sudah disiapkan. Telur dapat menetas dalam waktu 30-35 jam setelah dilepaskan induknya. Penetasan telur dapat dilakukan di bak plastik berdiameter 60 cm. Bak dapat diisi sampai 1.000 butir. Benih yang baru menetas mendapat makanan dari sisa-sisa kuning telur yang ada pada tubuhnya. Setelah cadangan makanan tersebut habis (± 10 hari), larva baru diberi pakan berupa pakan alami (misalnya tubifex) secukupnya dan dipelihara hingga menjadi larva dengan berat 0,5 gram selama ± 30 hari.
    Perawatan larva juga dapat dilakukan di kolam sawah sebagai pernyeling di sawah pada sistem mina padi dengan cara mengambil larva yang berumur ± 7 hari yaitu menjelang kuning telurnya habis. Larva di tebar di sawah dengan kepadatan 10 ekor/m2 dan dapat dipelihara selama 1 bulan.
    Foto 5 : Telur.
    Telur ikan gurami sudah dapat diperjualbelikan
    Foto 6 : Telur yang Telah Menetas Menjadi Larva

    (3). Pendederan
    a. Penebaran benih
    Sebelum benih ukuran 0,5 sampai 25 gram ditebar terlebih dahulu dilakukan pemilihan benih yang berkualitas baik untuk menjamin kualitas produksi ikan yang dipelihara. Dalam pemilihan benih tebaran yang perlu diperhatikan antara lain :
    • Kondisi benih sehat, tidak cacat/luka dan gerakan lincah
    • Warna sisik tidak terlalu hitam
    • Sisik tubuh lengkap/tidak ada yang lepas
    • Tubuh tidak kaku
    • Ukuran seragam
    Penebaran benih dilakukan 5 hari setelah pemupukan, dengan padat tebar dan tinggi air sesuai ukuran benih (lihat Tabel 4.3). Penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat suhu udara rendah. Sebelum ditebar, dilakukan penyesuaian suhu air dalam wadah angkut dengan suhu air kolam (proses aklimitasi) dengan cara memasukkan air kolam sedikit demi sedikit secara perlahan ke dalam wadah angkut. Setelah terjadi penyesuaian suhu, wadah angkut dimasukkan ke dalam kolam. Air akan bercampur sedikit demi sedikit dan ikan-ikan akan keluar dan berenang ke tengah kolam.
    Foto 7 : Benih Ikan Gurami.
    Masing-masing daerah sentra ikan gurami mempunyai sebutan ukuran yang
    berbeda dalam perdagangannya. Di pasar ikan Purbalingga disebut (ki-ka) ukuran 2 jari, bungkus korek, 3 jari dan tampelan
    Tabel 4.3. Padat tebar benih, tinggi air dan jenis pakan
    Tahap
    Tinggi Air
    Padat Tebar/M2
    Jenis pakan
    D1
    30-40 cm
    40-60 ekor
    Pakan alami (zooplanton), tubifex, tepung ikan atau pelet halus
    D2
    40-50 cm
    30-40 ekor
    Tepung ikan, bungkil atau pelet remah
    D3
    50-60 cm
    20-30 ekor
    Pelet remah/pelet kecil
    D4
    60-80 cm
    ± 20 ekor
    Pelet atau daun-daunan (sente, talas, kajar)
    D5
    80-100 cm
    ± 20 ekor
    Pelet dan atau daun-daunan
    b. Pemberian pakan
    Selama masa pertumbuhannyam ikan gurami mengalami perubahan tingkah laku makan (feeding habit) yang sangat signifikan. Larva bersifat karnivora (pemakan daging) sampai dengan ukuran dan umur tertentu, sedangkan juvenil muda bersifat omnivora (pemakan segala) dan setelah ukuran induk menjadi herbivora (pemakan daun). Pola perubahan tersebut terkait dengan pola perubahan enzimatik dalam saluran pencernaannya.
    Adapun jenis pakan ikan gurami terdiri dari pakan alami (organik) berupa daun-daunan maupun pakan buatan (anorganik), berupa pelet. Pakan alami yang digunakan antara lain daun sente (Alocasia macrorrhiza (L), Schott), pepaya (Carica papaya Linn), keladi (Colocasia esculenta Schott), ketela pohon (Manihot utililissima Bohl), genjer (Limnocharis flava (L) Buch ), Kimpul (Xanthosoma violaceum Schott), Kangkung (Ipomea reptans Poin), Ubi jalar (Ipomea batatas Lamk), ketimun (Cucumis sativus L), labu (Curcubita moshata Duch en Poir), dadap (Erythrina sp).
    Foto 8 : Daun Sente.
    Merupakan salah satu pakan ikan gurami yang lazim digunakan
    Bahan makanan buatan berupa pelet dibuat dari bahan makanan ternak, baik hewani maupun nabati. Komposisinya dapat diatur sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan ikan. Daftar bahan makanan yang dapat di buat pelet adalah sebagai berikut :
    Tabel 4.4. Kadar protein beberapa jenis bahan makanan
    Jenis Bahan Makan
    Kadar Protein
    (dlm%-an bobot)
    Tepung ikan
    60
    Tepung daging/ayam
    80
    Tepung udang
    46
    Tepung darah
    85
    Tepung kedele
    36
    Tepung gandrung
    9
    Dedak halus
    15
    Kacang hijau
    23
    Bungkil biji kapuk
    27
    Sumber : Budidaya Gurami, M Sitanggang
    Komposisi makanan yang ideal bagi pertumbuhan ikan adalah makanan yang berkadar protein 40%. Namun untuk efisiensi biaya, persentase pemberian makanan buatan ini hendaknya disesuaikan dengan persediaan makanan yang telah ada dalam kolam. Bila masih cukup banyak, cukup diberikan makanan buatan dengan kadar protein 20-30% saja.
    Pengaturan komposisi makanan yang cukup menggunakan 3 bahan makanan, misalnya 33 bagian tepung ikan, 2 bagian tepung daging dan 65 bagian dedak halus, dengan perhitungan kadar protein keseluruhan adalah sebagai berikut (M. Sitanggang, Budidaya Gurami, 1990) :
    (60/10×33)+(80/100×2)+(15/100×65) = 31,1 %
    Selain pakan buatan buatan pabrik berupa pelet, pembudidaya dapat pula membuat sendiri pakan ikan. Pembuatan pakan buatan sendiri akan menurunkan biaya produksi karena lebih murah. Adapun bahan-bahan yang biasanya digunakan untuk pakan benih ikan adalah dedak, ikan asin, bungkil dan minyak ikan.
    Jenis pakan ikan gurami dapat dilihat pada Tabel 4.3. Untuk benih yang masih kecil diberi pakan yang berukuran kecil berupa zooplankton, tubilex dll dimana seiring dengan semakin besarnya ikan makan dapat mnggunakan pakan dengan ukuran yang lebih besar dan pakan berupa daun-daunan. Pada usaha budidaya yang hanya menggunakan pakan daun-daunan (teknologi tradisional) pertumbuhan ikan relatif lambat. Sebagai gambaran, berdasarkan pengalaman pembudidaya pemeliharaan benih ikan ukuran 200 gram dengan hanya diberi pakan daun-daunan saja membutuhkan waktu 1 tahun untuk mencapai ukuran 500 gram, sedangkan jika menggunakan pelet dan daun-daunan hanya membutuhkan waktu 4 bulan untuk mencapai ukuran 500 gram. Sehingga dianjurkan untuk dilakukan kombinasi antara daun-daunan dengan pelet.
    Kebutuhan pakan berupa pelet per hari adalah 3% dari berat ikan namun jika pakan berupa daun-daunan kebutuhan pakan perhari sebanyak 5-10% dari berat ikan. Untuk penggunaan pakan secara kombinasi diberikan pelet sebanyak 1,5% per hari dari berat ikan dan hijauan sebanyak 5% per hari dari berat ikan. Pemberian pakan secara teratur dalam jumlah yang tepat dapat menghasilkan pertumbuhan ikan gurami yang optimal. Konversi pakan untuk pemeliharaan dalam kolam adalan 1,5-2%, artinya untuk menghasilkan 1 kg daging ikan memerlukan pakan sebanyak 1,5 kg sampai dengan 2 kg. Untuk memberikan pakan yang tepat sesuai kebutuhan dilakukan sampling berat ikan.
    c. Pemanenan
    Pemanenan ditahap pendederan dilakukan setelah benih mencapai berat 20-25 gram. Dalam pelaksanaan pemanenan yang perlu diperhatikan antara lain :
    • Waktu pemanenan sebaiknya pagi atau sore hari
    • Untuk memudahkan penangkapan, sebelum dilakukan penangkapan perlu dimasukkan daun pisang ke dalam kolam sebagai tempat berkumpulnya benih ikan.
    • Proses penangkapan dilakukan secara hati-hati sehingga tidak sampai menyebabkan lepasnya sisik terutama pada bagian punggung
    • Penangkapan benih ikan di kolam dilakukan pada kondisi temperatur air rendah dan tidak dalam kondisi hujan. Saat penangkapan kedalaman air kolam dibiarkan setinggi 20-30 cm.
    • Pengangkutan benih juga sebaiknya dilakukan pada pagi/sore hari. Wadah angkut yang digunakan berupa drum (Volume 200 lt) atau jerigen. Drum diisi air setengan dari volume, posisi drum ditidurkan. Jumlah benih dalam setiap drum berkisar antara 10-15 kg tergantung lamanya proses pengangkutan.
    Setelah pemanenan, benih di jual kepada pengusaha pembesaran gurami atau dipelihara lagi di kolam lain untuk mendapatkan ukuran ikan yang lebih besar. Untuk mengupayakan agar tingkat kematian benih rendah, dalam pengiriman benih menggunakan jerigen atau drum yang diisi air bersih dan selama pengiriman benih ikan tidak diberi pakan (perut dikosongkan).
    Foto 9 : Wadah dan Alat Angkut Benih.
    Benih yang siap dijual ditampung dalam jerigen yang dibuka dibagian sisinya dan diangkut dengan kendaraan angkut
    (4). Pembesaran
    Dalam tahapan pembesaran, luas kolam optimal sekitar 200 m2 dengan konstruksi kolam berupa kolam tanah. Kedalaman air kolam sekitar 1 m dari dasar kolam dibuat tidak terlalu berlumpur. Persiapan kolam dalam tahapan ini tidak jauh berbeda dengan persiapan yang dilakukan pada tahap pendederan.
    Ikan yang dipelihara dapat berukuran berat 200-250 gram/ekor dan ditebar dengan kepadatan benih ± 1 -2 kg/m2. Pakan yang diberikan terdiri dari pelet dengan jumlah pemberian sebanyak 1,5 – 2% pada pagi dan sore hari serta daun-daunan sebanyak 5% diberikan pada sore hari. Dalam waktu 4 bulan ikan akan mencapai ukuran konsumsi dengan berat 500-700 gram/ekor.
    Pemanenan dilakukan sama seperti pada tahap pendederan, hanya saja pada tahap pembesaran pemanenen sebaiknya tanpa menggunakan alat tangkap.

    Foto 10 : Ikan Gurami Konsumsi
    Dipasarkan dengan berat di atas 500 gram
    HAMA DAN PENYAKIT
    Hama yang biasanya menganggu ikan gurami adalah ikan liar pemangsa seperti gabus (Ophiocephalus striatur BI), belut (Monopterus albus Zueiw), lele (Clarias batrachus L) dan lain-lain. Musuh lainnya adalah biawak (Varanus salvator Dour), kura-kura (Tryonix cartilagineus Bodd), katak (Rana spec), ular dan bermacam-macam jenis burung. Beberapa jenis ikan peliharaan seperti tawes, mujair dan sepat dapat menjadi pesaing dalam perolehan makanan. Oleh karena itu sebaiknya benih gurami tidak dicampur pemeliharaannya dengan jenis ikan yang lain. Untuk menghindari gurami dari ikan-ikan pemangsa, pada pipa pemasukan air dipasangi serumbung atau saringan ikan agar hama tidak masuk dalam kolam.
    (2). Penyakit
    Gangguan penyakit dapat berupa penyakit non parasiter dan penyakit parasiter. Gangguan penyakit dapat lebih mudah menyerang ikan gurami pada saat musim kemarau dimana suhu menjadi lebih lebih dingin.
    Penyakit non parasiter adalah penyakit yang timbul bukan karena serangan parasit, tapi biasanya bersumber dari faktor lingkungan fisika dan kimia air dan makanan. Penyakit ini bisa berupa pencemaran air karena adanya gas beracun seperti asam belerang atau amoniak, kerusakan akibat penangkapan atau kelainan tubuh karena keturanan. Untuk mengetahui gangguan yang dialami oleh ikan yang dipelihara dapat diketahui dari pengamatan terhadap ikan. Bila ada gas beracun dalam air, ikan biasanya lebih suka berenang pada permukaan air untuk mencari udara segar.
    Penyakit parasiter diakibatkan parasit. Parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang berada pada tubuh, insang, maupun lendir inangnya dan mengambil manfaat dari inang tersebut. Parasit dapat berupa udang renik, protozoa, cacing, bakteri, virus, jamur dan berbagai mikroorganisme lainnya. Berdasarkan letak penyerangannya parasit dibagi menjadi dua kelompok yaitu ektoparasit yang menempel pada bagian luar tubuh ikan dan endoparasit yang berada dalam tubuh ikan.
    Ciri-ciri ikan yang terkena penyakit parasiter adalah sebagai berikut :
    • Penyakit pada kulit :
      Pada bagian tertentu kulit berwarna merah, terutama pada bagian dada, perut dan pangkal sirip. Warna ikan menjadi pucat dan tubuhnya berlendir.
    • Penyakit pada insang :
      Tutup insang mengembang, lembaran insang menjadi pucat, kadang-kadang tampak semburat merah dan kelabu.
    • Penyakit pada organ dalam :
      Perut ikan membengkak, sisik berdiri. Kadang-kadang sebaiknya perut menjadi amat kurus, ikan menjadi lemah dan mudah ditangkap.
    Salah satu parasit yang sering menyerang ikan gurami adalah Argulus indicus yang tergolong Crustacea tingkat rendah yang hidup sebagai ektoparasit, berbentuk oval atau membundar dan berwarna kuning bening. Parasit ini menempel pada sisik atau sirip dan dapat menimbulkan lubang kecil yang akhirnya akan menimbulkan infeksi. Selanjutnya infeksi ini dapat menyebabkan patah sirip atau cacar. Parasit lainnya adalah bakteri Aeromonas hdyrophyla, Pseudomonas, dan cacing Thematoda yang berasal dari siput-siput kecil.
    Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan mengangkat dan memindahkan ikan ke dalam kolam lain dan melakukan penjemuran kolam yang terjangkit penyakit selama beberapa hari agar parasit mati. Parasit yang menempel pada tubuh ikan dapat disiangi dengan pinset. Sementara pengobatan bagi ikan-ikan yang penyakitnya lebih berat dapat menggunakan bahan kimia seperti Kalium Permanagat (PK), neguvon dan garam dapur.
    Selain penggunaan bahan kimia tersebut di atas, petani di daerah Banyumas menggunakan laun lambesar (Chromolaena odorata (L), RM King & H. Robinson ) sebagai antibiotik. Daun lambesan dimasukkan ke dalam kolam sebelum ikan di tebar yaitu pada saat pengolahan kolam. Banyaknya daun lambesan yang dipakai adalah 1 pikul (yaitu kurang lebih 50 kg) untuk luas tanah 25 m2. Penggunaan daun ini adalah 1 untuk 1 masa tanam.
    Penggunaan obat-obatan kimia untuk ikan konsumsi tidak dilanjutkan mengingat dampak yang tidak baik kepada konsumen. Kalaupun diberikan obat-obatan tidak boleh langsung di jual kepada konsumen akhir. Penggunaan obat-obatan pada ikan konsumsi juga sebaliknya tidak diberikan apabila ikan hendak diekspor. Besarnya ikan-ikan konsumsi yang mati dibuang.
    Foto 11 : Daun Lambesan
    Di daerah Banyumas digunakan sebagai antibiotik
    PENANGANAN BAU LUMPUR PADA DAGING IKAN GURAMI
    Salah satu permasalah yang dihadapi pada budidaya ikan gurami adalah adanya cita rasa lumpur pada daging ikan gurami yang berasal dari bau yang ditimbulkan oleh lingkungan terutama pada budidaya intensif di kolam dengan sistem air tergenang. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Departemen Kelautan dan Perikanan, bau lumpur secara umum dan khusus pada ikan gurami dapat dihilangkan dengan perlakuan berupa pemberokkan ikan gurami pada air yang bersalinitas 8 atau 12 ppt selama 7 hari. Pemberokan ikan gurami ini mengakibatkan perubahan waktu kulit yang semula sangat mengkilat menjadi kusam, dan tesktur semula lembek (banyak mengandung air dan mudah pemisahaan) menjadi kenyal (struktur daging kompak, kering dan tidak mudah terjadi pemisahan). Setelah pemberokan selama 7 hari ternyata menyebabkan daging ikan terasa sangat gurih.
    Praktik yang dilakukan oleh petani di daerah Beji Banyumas ikan dari Beji yang bercita-rasa rasa lumpur dikarantina dalam kolam khusus dan hanya di beri pakan berupa daun sente selama kurang lebih 7 hari. Setelah itu cita rasa lumpur yang biasanya telah hilang. Hal ini kemungkinan dikarenakan kualitas air di daerah tersebut yang relatif jernih dan tidak banyak mengandung lumpur.
    KENDALA PRODUKSI

    1. Penyakit sering kali menjadi kendala karena dapat mengakibatkan menurunnya jumlah produksi ikan yang dapat di jual. Untuk mempercepat timbulnya penyakit maka diupayakan untuk menjaga kondisi kolam agar memenuhi persyaratan yang ditetapkan, disamping petani dapat menghubungi dinas atau Balai Benih Ikan setempat.
    2. Gangguan musim umumnya terjadi pada saat musim kemarau yang mengakibatkan suhu lebih dingin sehingga oksigen berkurang dan ikan mudah terserah penyakit. Perubahan suhu yang dapat ditoler ikan adalah 5oC. Untuk mengantisipasi perubahan suhu dapat dilakukan pengaturan air masuk dan air keluar.
    3. Sikap petani yang masih sulit mengubah pola budidaya ikan ke arah yang lebih intensif dan cendrung tetap mempertahankan pola budidaya yang telah dilakukan secara turun temurun. Akibatnya jumlah produksi gurami yang masih belum dapat memenuhi permintaan pasar. Dalam hal ini Dinas terkait perlu meningkatkan pembinaan kepada petani agar mau menerapkan pola budidaya yang lebih baik.
     sumber : http://ikanmania.wordpress.com/
    didukung oleh

    Blog ini

    Di-link Dari Sini
    Blog ini
    Di-link Dari Sini

    Senin, 26 April 2010


    PENTINGNYA SELEKSI BIBIT LELE (GRADING)


    Seperti halnya pemeliharaan bibit ikan gurame, pada usaha pembibitan lele pun diperlukan adanya tahapan seleksi bibit pada setiap interval waktu tertentu. Di kalangan para pembudidaya ikan, aktifitas ini dikenal dengan istilah 'grading'. Prakteknya adalah dengan memisahkan bibit ikan menjadi beberapa golongan berdasarkan ukurannya. Pada dasarnya seleksi bibit memang perlu dilakukan agar tercapai tingkat keseragaman ukuran (sesuai umur ikan) sekaligus untuk mendapatkan bibit yang berkualitas ; sehat, tidak cacat dan memiliki laju pertumbuhan yang baik. Alasan rasional lainnya adalah bahwa lele tergolong ikan yang bersifat...
    kanibal sehingga jika tidak segera diseleksi dan dipisahkan ruang pemeliharaannya maka lele yang tumbuh lebih cepat (lebih besar) cenderung akan memangsa lele-lele lainnya yang berukuran lebih kecil.

    Seleksi bibit lele dapat dilakukan dengan beberapa cara. Umumnya para pembudidaya memilih cara manual yang cukup praktis menggunakan peralatan sederhana yakni berupa susunan saringan benih lele yang terbuat dari ember plastik berlubang-lubang (perforated). Ember jenis ini biasanya banyak tersedia di pasar-pasar ikan tradisional ataupun di beberapa poultry yang menyediakan peralatan dan perlengkapan budidaya perikanan. Diameter lubang-lubang penyaring pada setiap ember biasanya telah dibuat seragam, sesuai dengan ukuran standar benih lele. Dalam prakteknya terkadang diperlukan 2 sampai 3 susunan ember yang berbeda dalam satu kali proses penyaringan terutama jika ukuran bibit lele yang dikehendaki ternyata cukup bervariasi.

    Saat dilakukan proses seleksi bibit, ember-ember penyaring ini disusun berdasarkan ukuran diameter lubang-lubang penyaringnya. Ember dengan ukuran diameter lubang-lubang penyaring terbesar berada pada urutan teratas dan ember dengan ukuran lubang-lubang penyaring yang lebih kecil berada pada urutan berikutnya. Demikian seterusnya hingga ember dengan diameter lubang penyaring paling kecil yang sesuai dengan kebutuhan dan variasi ukuran bibit yang dikehendaki.

    Variasi ukuran bibit lele 2/3 hingga 4/6

    Proses seleksi bibit lele melalui penyaringan

    Bibit yang berukuran lebih besar atau kecil dipisahkan

    Awal seleksi bibit lele biasanya dimulai pada rentang waktu 12 hingga 17 hari setelah fase penetasan telur. Telur-telur yang gagal menetas dan benih yang mati hendaknya dipisahkan sesegera mungkin dari lingkungan bak tetas agar tidak menjadi sumber penyakit bagi benih-benih lainnya. Setelah 4 - 6 hari kemudian atau setelah kantung kuning telur (yolksack) pada setiap larva lele habis terserap maka benih akan terlihat lincah bergerak mencari makanan alami yang ada di sekitarnya. Selama 12-17 hari berikutnya benih lele ini telah dapat diberi makanan alami berupa cacing sutera (tubifex) dan pakan buatan (pellet) yang berbentuk serbuk (halus) yang diberikan secara berangsur-angsur hingga benih lele mencapai ukuran standar 2/2 dan 2/3. Pada saat inilah pertama kalinya seleksi (grading) bibit lele mulai dilakukan. Dalam proses seleksi, bibit lele yang berukuran lebih kecil (kerdil atau 'krucilan') disisihkan dan dipelihara di tempat terpisah, demikian pula halnya dengan bibit yang berukuran lebih besar ('bongsor' atau 'longgoran'), bibit yang terserang penyakit atau bahkan bibit yang cacat.

    Jika dikehendaki, bibit lele hasil seleksi pertama ini sebenarnya telah dapat dijual namun jika tidak maka bibit lele dapat dipelihara lagi selama lebih kurang 21 hari untuk kemudian dilakukan seleksi (grading) kembali. Seleksi bibit lele pada tahap kedua ini akan menghasilkan dua ukuran standar yakni 3/5 dan 4/6. Sama halnya dengan proses seleksi pertama, masing-masing ukuran standar 3/5 dan 4/6 ini dipisahkan demikian pula dengan bibit yang berukuran 'krucilan' maupun 'longgoran'. Bagi pembudidaya ikan di Kulon Progo yang menekuni segmen pembibitan, seleksi bibit (grading) pada ukuran 3/5 atau 4/6 ini merupakan saat panen karena ukuran bibit inilah yang paling banyak diminati oleh pembudidaya pada segmen pembesaran atau yang menekuni pemeliharaan lele hingga mencapai ukuran konsumsi (8-12 ekor/ kilogram). Namun ada pula beberapa pembudidaya segmen pembibitan yang memilih memelihara kembali bibit lele berukuran 3/5 atau 4/6 tersebut hingga mencapai ukuran 5/7 dan 7/9 selama lebih kurang 15 dan 21 hari masa pemeliharaan. Umumnya hal ini dilakukan untuk memenuhi pesanan bibit dari para pembudidaya lele di luar daerah Yogyakarta terutama yang berada di luar pulau Jawa.

    Pada budidaya ikan lele di segmen pembesaran khususnya  media kolam terpal, proses seleksi (grading) ini tidak perlu lagi dilakukan karena pertumbuhan lele umumnya telah mencapai tingkat keseragaman yang dapat dikatakan relatif merata.


    Dengan menerapkan pola budidaya secara intensif pada media kolam terpal berukuran standar 4m x 6m dan 4m x 8m dengan jumlah tebaran bibit berkualitas ukuran standar 4/6 dan 5/7 sebanyak 3000 dan 4000 ekor per kolam maka lele ukuran konsumsi akan dapat dipanen setelah  60 hingga 70 hari masa pemeliharaan.

    Lele ukuran konsumsi siap dipanen

    Sebagian hasil panen lele ukuran konsumsi

    *[admin]

    16 komentar:



    Supriyanto mengatakan...
    Saya Supriyanto, tinggal di daerah Jakarta, Saya sangat berterima kasih dengan adanya Blog ini, jd semangat untuk mencoba berternak ikan, yg ingin saya tanyakan: 1. kalau pemasangan terpal dengan cara diatas tanah (Tanah tidak digali) bisa tidak?, apakah ada bedanya dengan cara di gali? 2. berapa lama panen ikan konsumsi untuk Lele dan gurame (dimulai dr ukuran 3 jari)? 3. apakah ada pakan alternatif untuk lele selain pelet? Terima kasih saya ucapkan untuk blognya dan saya tunggu jawabannya!! Wassalam.


    Budidaya Ikan Kolam Terpal (IKT) mengatakan...
    @Supriyanto Wa 'alaikum salam Wr wb. Salam kenal mas Supriyanto di Jakarta. Berikut jawaban yang Anda tunggu : 1. Tentu bisa. Anda dapat memanfaatkan tonggak2 bambu atau kayu sebagai kerangka utama dan beberapa belahan bambu (dipasang secara paralel pada posisi horisontal mengelilingi tonggak2 yang ada) yang berfungsi sebagai 'dinding luar' bagi kolam terpal nya. Ketinggian effektif kerangka maupun 'dinding luar' sebaiknya kurang dari 1 m (agar memudahkan pemantauan kondisi air kolam dan ikan yang dipelihara nantinya). Kedalaman genangan air kolam dipertahankan pada kisaran 50-70 cm (tergantung pada kekuatan rangka kayu /bambu yang Anda buat). Semakin tinggi elevasi genangan air dalam kolam terpal (diukur dari permukaan dasar kolam) maka 'konstruksi' kerangka dan 'dinding luar' pun harus dibuat lebih kuat /kokoh. Cara pemasangan terpal tidak banyak beda dengan terpal pada kolam galian, hanya saja Anda harus ekstra hati2 dlm merawatnya karena terpal berada dalam kondisi 'terbuka' alias tidak terlindungi. Jika pada kolam galian bahan terpal dapat bertahan 3-4 tahun (bahkan dengan perawatan yang bagus dan tepat, bisa sampai 5 tahun) maka kolam terpal di permukaan (di atas tanah) mungkin hanya bertahan kurang dari 3 tahun, terlebih lagi jika berada di lahan terbuka dan tak terlindung langsung dari teriknya cahaya matahari maupun hujan maka usia efektif bahan terpal bakal lebih singkat lagi. :( Alternatif lain adalah dengan menggunakan susunan bata atau batako sebagai 'dinding' kolam terpal. Hanya saja biaya pembuatannya menjadi lebih mahal. 2. Untuk lele sangkuriang lk 60 - 70 hari (bibit 3/5 atau 4/6), dengan perlakuan khusus lele bisa dipanen antara 50 - 60 hari. Untuk gurami soang lk 10 - 11 bulan, dengan ketentuan : menerapkan pola budidaya yang intensif (sangat memperhatikan kualitas : air kolam, bibit ikan dan pakan !!) 3. Ada beberapa alternatif pakan buatan yang dapat Anda ramu sendiri, misal : ikan rucah, cacahan siput, keong mas (jangan lupa direbus dahulu), jeroan ayam, itik, bebek dll yang bisa diperoleh di pasar2 tradisional (dan sebaiknya juga direbus dulu), bungkil kacang2an sebagai sumber protein, dedak/ katul, jagung & ampas tahu dsb sebagai sumber karbohidrat. Tambahkan pula beberapa supplemen dan vitamin C & B complex yang khusus diperuntukkan bagi budidaya perikanan yang bisa diperoleh di poultry2 terdekat di tempat Anda. Mohon maaf jika informasi lebih lanjut ttg pembuatan pakan alternatif (yang dapat diramu sendiri) untuk sementara ini belum dapat kami sampaikan. Semoga Anda dan rekan2 maklum adanya. :) Terima kasih atas atensinya pada blog kami. Selamat MENCOBA, tetap SEMANGAT dan semoga BERHASIL !!


    Anonim mengatakan...
    Bermanfaat infonya, Saya mau nanyak, apa aja penyakit atau hama bagi ikan lele dan gurami? terimakasih naldi


    Budidaya Ikan Kolam Terpal (IKT) mengatakan...
    @naldi Hama dari jenis pemangsa (predator) : Pada Lele dan gurame (dewasa) : kelelawar, beberapa dari jenis burung pemakan daging (ikan) seperti kuntul/ bangau, garangan (sejenis musang) dll. Pada fase telur (baik lele maupun gurame) hingga ukuran larva /benih : cese (sejenis kumbang air kecil hingga berukuran sebesar kecoa), larva kinjeng (sejenis capung besar), kodok, ular dan beberapa jenis burung serta kalelawar kecil (kalong). Jenis penyakit : penyakit pada budidaya ikan air tawar umumnya disebabkan oleh parasit (mikroorganisme dari jenis jamur atau cacing) dan bakteri, sedangkan virus (pada lele dan gurame) sampai saat ini memang belum banyak diketahui. Tentu terlalu panjang untuk menjelaskan satu persatu perihal jenis2 penyakit ikan namun kami sampaikan beberapa saja, penyebabnya, terutama gejala umum dari ikan yang terserang penyakit berikut cirinya yang dapat dikenali langsung. 1a. Parasit : mikro organisme dari jenis cacing Gejala awal : ikan turun nafsu makannya Cirinya : ikan tampak pucat, gerakan lamban (tidak tampak lincah seperti ikan sehat), laju pertumbuhan melambat, timbul bercak putih pada beberapa bagian tubuh terutama di sekitar mulut dan insang (terkadang sampai membengkak), bercak kemerahan dibawah sirip terutama sekitar dada dan perut, ikan juga lebih sering muncul ke permukaan (untuk mengambil oksigen langsung dari udara) atau bergerombol di sekitar titik pengisian air (pancuran) yang kandungan oksigennya lebih tinggi dari bagian kolam lainnya. 1b. Parasit : mikro organisme dari jenis jamur Gejala awal : sama dengan point 1a Cirinya : timbul selaput putih tipis (seperti kapas) pada insang dan pada beberapa bagian tubuh yang terluka karena berbagai sebab 2. Bakteri : mikro organisme pathogen penyebab infeksi Gejala awal : sama dengan point 1a Cirinya : pada ikan lele terjadi luka (borok kecil) pada kulit yang cenderung mudah menyebar, pada ikan gurame terjadi luka dibawah sisik, pangkal sirip dan insang (jika sudah akut) 3. Virus : mikro organisme yg juga bersifat pathogen Sejauh ini jenis penyakit yang disebabkan oleh virus diketahui lebih banyak terjadi pada ikan2 hias, ikan mas dan budidaya udang sedangkan pada ikan lele dan gurame (di Indonesia khususnya) sampai saat ini memang belum banyak ditemukan. Mohon maaf jika penjelasan kami terasa kurang lengkap. Terima kasih kembali.