Mengenai Saya

Foto saya
SEKARANG INI SEMENTARA MENYELESAIKAN STUDI S1 PERTANIAN DI UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO.

Selasa, 04 Mei 2010

Prospek Pertanian Organik di Indonesia

Prospek Pertanian Organik di Indonesia

sumber : http://www.litbang.deptan.go.id

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan �Back to Nature� telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Peluang Pertanian Organik di Indonesia

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.

Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.

Tabel 1. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002

No. Wilayah Areal Tanam (juta ha)

  1. Australia dan Oceania 7,70
  2. Eropa 4,20
  3. Amerika Latin 3,70
  4. Amerika Utar 1,30
  5. Asia 0,09
  6. Afrika 0,06

Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.

Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

Pertanian Organik Modern

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:

a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.

b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.

Tabel 2. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik

No. Kategori Komoditi

  1. Tanaman Pangan Padi
  2. Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.
  3. Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
  4. Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
  5. Peternakan Susu, telur dan daging
sumber: www.litbang.deptan.go.id

Minggu, 02 Mei 2010

pembuatan bokasi

Pembuatan Bokasi

Posted in pertanian on January 10, 2008 by ahmadsarbini

TEHNIK PEMBUATAN BOKASI

Latar Belakang

Pembangunan pertanian secara alami yang ramah lingkungan saat ini banyak dilakukan untuk menghasilkan bahan makanan yang aman, serta bebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Pembangunan pertanian alami ini semula hanya menerapkan sistem pertanian organik, tetapi ternyata hasilnya hanya sedikit. Dalam tahun 1980-an, Prof Dr. Teruo Higa memperkenalkan konsep EM atau Efektive Mikroorganisms pada praktek pertanian alami tersebut. Teknologi EM ini telah dikembangkan dan digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah, menekan pertumbuhan mikroba yang menyebabkan penyakit, dan memperbaiki efisiensi penggunaan bahan organik oleh tanaman. Pada pembuatan bokashi sebagai salah satu pupuk organik, bahan EM meningkatkan pengaruh pupuk tersebut terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.

Beberapa pengaruh EM yang menguntungkan dalam pupuk bokashi tersebut adalah sebagai berikut:

- memperbaiki perkecambahan bunga, buah, dan kematangan hasil tanaman

- memperbaiki lingkungan fisik, kimia, dan biologi tanah serta menekan pertumbuhan hama dan penyakit dalam tanah

- meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman

- menjamin perkecambahan dan pertumbuhan tanaman yang lebih baik

- meningkatkan manfaat bahan organik sebagai pupuk

Berdasarkan kenyataan di lapangan, persediaan bahan organik pada lahan pertanian sedikit demi sedikit semakin berkurang. Jika hal tersebut tidak ditambah dan segera diperbaiki oleh petani maka penurunan produksi akan terjadi pada tanaman-tanaman pertanian, seperti padi, palawija dan sayuran.

Berbicara mengenai masalah penurunan produksi, tentunya bukan saja menjadi masalah petani atau masyarakat, tetapi juga merupakan masalah bagi pemerintah daerah dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan dan ekonomi rakyat. Hal ini seyogyanya harus menjadi bahan pemikiran bagi pemerintah daerah dalam mengatasinya secara bijak.

Untuk dapat mengatasi hal tersebut, pada tahun anggaran 2003 ini Pemda Kabupaten Pandeglang secara khusus mengalokasikan dananya melalui Proyek Peningkatan Produksi Padi Palawija dan Sayuran. Pada kegiatan Proyek ini terdapat pertemuan teknis yang berisikan materi pengaruh penggunaan pupuk bokashi terhadap produksi padi palawija dan sayuran, dan materi tehnik pembuatan bokashi. Kegiatan ini tentunya bertujuan untuk menambah wawasan dan keterampilan petani dalam masalah penggunaan pupuk bokasi secara praktis di lapangan.

Manfaat Bokashi

Untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi pertanian, khususnya tanaman pangan, sangat perlu diterapkan teknologi yang murah dan mudah bagi petani. Tehnologi tersebut dituntut ramah lingkungan dan dapat menfaatkan seluruh potensi sumberdaya alam yang ada dilingkungan pertanian, sehingga tidak memutus rantai sistem pertanian.

Penggunaan pupuk bokashi EM merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan pada pertanian saat ini. Pupuk bokashi adalah pupuk organik (dari bahan jerami, pupuk kandang, samapah organik, dll) hasil fermentasi dengan teknologi EM-4 yang dapat digunakan untuk menyuburkan tanah dan menekan pertumbuhan patogen dalam tanah, sehingga efeknya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Bagi petani yang menuntut pemakaian pupuk yang praktis, bokashi merupakan pupuk organik yang dapat dibuat dalam beberapa hari dan siap dipakai dalam waktu singkat. Selain itu pembuatan pupuk bokashi biaya murah, sehingga sangat efektif dan efisien bagi petani padi, palawija, sayuran, bunga dan buah dalam peningkatan produksi tanaman.

Bahan dan Cara Pembuatan Bokashi

a. Pembuatan Bokashi Pupuk Kandang

- Bahan-bahan untuk ukuran 500 kg bokashi :

1.

Pupuk kandang

=

300 kg

2.

Dedak

=

50 kg

3.

Sekam padi

=

150 kg

4.

Gula yang telah dicairkan

=

200 ml

5.

EM-4

=

500 ml

6.

Air secukupnya



- Cara Pembuatannya :

1. Larutkan EM-4 dan gula ke dalam air

2. Pupuk kandang, sekam padi, dan dedak dicampur secara merata

3. Siramkan EM-4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30 %

4. Bila adonan dikepal dengan tangan, air tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas maka adonan susah pecah (megar)

5. Adonan digundukan diatas ubin yang kering dengan ketinggian minimal 15-20 cm

6. Kemudian ditutup dengan karung goni selama 4-7 hari

7. Petahankan gundukan adonan maksimal 500 C, bila suhunya lebih dari 500 C turunkan suhunya dengan cara membolak balik

8. Kemudian tutp kembali dengan karung goni

9. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan

10. Pengecekan suhu sebaiknya dilakukan setiap 5 jam sekali

11. Setelah 4-7 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik

b. Pembuatan Bokashi Jerami Padi

- Bahan-bahan untuk ukuran 1000 kg bokashi :

1.

Jerami padi yang telah dihaluskan

=

500 kg

2.

Pupuk kotoran hewan/pupuk kandang

=

300 kg

3.

Dedak halus

=

100 kg

4.

Sekam/Arang Sekam/Arang Kelapa

=

100 kg

5.

Molase/Gula pasir/merah

=

1 liter/250 gr

6.

EM-4

=

1 liter

7.

Air secukupnya



- Cara Pembuatannya:

Membuat larutan gula dan EM-4

1. Sediakan air dalam ember sebanyak 1 liter

2. Masukan gula putih/merah sebanyak 250 gr kemudian aduk sampai rata

3. Masukan EM-4 sebanyak 1 liter ke dalam larutan tadi kemudian aduk hingga rata.

Membuat pupuk bokashi

1. Bahan-bahan tadi dicampur (jerami, pupuk kandang, arang sekam dan dedak) dan aduk sampai merata

2. Siramkan EM-4 secara perlahan-lahan ke dalam adonan (campuran bahan organik) secara merata sampai kandungan air adonan mencapai 30 %

3. Bila adonan dikepal dengan tangan air tidak menetes dan bila kepalan tangan dilepas maka adonan masih tampak menggumpal

4. Adonan digundukan diatas ubin yang kering dengan ketinggian minimal 15-20 cm

5. Kemudian ditutup dengan karung berpori (karung goni) selama 3-4 hari

6. Agar proses fermentasi dapat berlangsung dengan baik perhatikan agar suhu tidak melebihi 500 C, bila suhunya lebih dari 500 C turunkan suhunya dengan cara membolak balik

7. Suhu yang tinggi dapat mengakibatkan bokashi menjadi rusak karena terjadi proses pembusukan

8. Setelah 4-7 hari bokashi telah selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik.

c. Pembuatan Bokashi Cair

- Bahan-bahan untuk ukuran 200 liter bokashi cair :

1.

Pupuk kotoran hewan/pupuk kandang

=

30 kg

2.

Molase/Gula pasir/merah

=

1 liter/250 gr

3.

EM-4

=

1 liter

4.

Air secukupnya



- Cara Pembuatannya:

1. Isi drum ukuran 200 liter dengan air setengahnya

2. Pada tempat yang terpisah buat larutan molase sebanyak 1 liter, dengan cara mencampurkan gula putih/merah sebanyak 250 gram dengan air sebanyak 1 liter

3. Masukan molase tadi sebanyak 1 liter bersama EM-4 sebanyak 1 liter ke dalam drum, kemudian aduk perlahan-lahan hingga rata

4. Masukan pupuk kandang sebanyak 30 kgdan aduk perlahan-lahan hingga ersatu dengan larutan tadi

5. Tambahkan air sebanyak 100 liter hingga drum menjadi penuh, kemudian aduksampai rata dan tutup rapat-rapat

6. Lakukan pengadukan secara perlahansetiap pagi selama 4 hari. Cara pengadukan setiap hari cukup lima putaran saja. Setelah diaduk biarkan air larutan bergerak sampai tenang lalu drum ditutup kembali

7. Setelah 4 hari bokashi cair EM-4 siap untuk digunakan.

Catatan:

Bila tidak ada molase, setiap macam gula dapat digunakan sebagai penggantinya. Beberapa bahan pengganti tersebut adalah nira tebu gula, sari (juice) buah-buahan,dan air buangan industri alkohol

Jumah kandungan air adalah merupakan petunjuk. Jumlah air yang perluditambahkan tergantung pada kandungan air bahan yang digunakan. Jumlah air yang paling sesuai adalah jumlah air yang diperlukan membuat bahan-bahan basah tetapi tidak sampai berlebihan dan terbuang.

sumber : ahmadsarbini.wordpress.com


Pengendalian Tikus Sawah (Ratus-ratus argentiiventuer)

Pengendalian Tikus Sawah (Ratus-ratus argentiiventuer)

Dengan Perangkap Bubu

Oleh Ahmad Sarbini

Pendahuluan

Dalam proses budi daya pertanian tidak terlepas dari apa yang namanya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), kerugian akibat serangan hama bisa mencapai 37 %, penyakit 35 %, gulma 29 %, dan bahkan akibat yang di timbulkan oleh serangan hama tikus bisa menyebabkan gagal panen (puso).

Pengendalian OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi tetap optimal, pengendalian hama adalah usaha –usaha manusia untuk menekan populasi hama sampai dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu memilih suatu cara atau menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak merugikan secara ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang tinggi tentang lingkungan yang sehat dan pertnian yang berkelanjutan diperlikan cara pengendalian yang tepat.

Perangkap bubu termasuk kedalam komponen pengendalian fisik dan mekanik, yang merupakan teknik pengendalian yang palong kuno, dilakukan oleh manusia sejak manusia mengusahakan pertanian. Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan yang dilakukan dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung, mematikan, mengganggu aktivitas dan merubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi tidak sesuai bagi kehidupan hama. Pengendalian dengan perangkap bubu aman akan kesehatan manusia dan lingkungan karena tanpa menggunakan bahan kimia yang berbahaya.

Pengendalian hama dengan penghalang/pagar atau barier adalah berbagai ragam factor fisik yang dapat menghalangi atau membatasi pergerakan hyama sehingga tidak menjadi masalah bagi petani. Cara ini menekankan aspek pencegahan terhadap hama yang dating atau yang menyerang, macam penghalang seperti pematang yang tinggi, lobang atau selokan jebakan, parit berisi air, pagar terbuat dari seng, atau lembaran plastic yang dipasang keliling.

Pengendalian dengan perangkap terhadap hama adalah mengupayakan hama bisa masuk/ tertangkap dalam jebakan, sehingga tidak bisa keluar lagi. Macam perangkap bisa dengan zat-zat penarik dari tumbuhan / sintetik sepertieugenol yang dipasang pada aqua untuk menarikdan memangkap hama lalat buah, dengan lubang bubu untuk menangkap hama tikus.

Hama tikus memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan dengan hama yang lain-

Ø Mempunyai mobilitas

Ø Mempunyai kemampuan merusak yang besar dalam waktu relative singkat

Ø Tidak mudah percaya pada benda-benda yang tidak bisa mereka kenal

Ø Cerdik dalam menaggapi sesuatu.

Tikus merupakan binatang mengerat yang sering menimbulkan kerusakan baik dirumah, digudang diladang maupun disawah bahkan ada jenis tikus yang merusak pada tanaman di pohon. Berdasarkan habitat tempat hidupnya tikus dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

Tikus sawah : ekor lebih panjang dari pada tubuh dan kepala, jumlah putting 12, warna bulu putih keabuan, habitat disawah /ditanggul-tanggul, telapak kaki 2 oasang terpisah satu pasang tidak pada telapak kaki depan.

Tikus rumah : ekor sama dengan tikus rumah, jumlah putting susu 10, warna putih kehitaman, habitat ruamg tertutup di gudang/rumah, telapak kaki 3 pasang berbantl terpisah.

Tikus pohon : hamper sama dengan tikus rumah, jumlah putting susu 10, warna putih keabuan, habitat dipohon/lading.

Pengendalian hama tikus dengan perangkap bubu.

Perangkap bubu merupakan satu cara pengendalian komponen fisik dan mekanis, tekni ini merupakan gabungan dari penghalang Barier dan perangkap. Perangkap dibuat sedemikian rupa meniru bubu perngakap ikan, begitu tikus masuk makan tidak bisa keluar lagi.

Bahan

Kawat strimin (lubang 1 cm), kawat strimin (lubang 0,5 cm), kawat besar Diameter 3-4 mm, kawat kecil diameter 1 mm, plastic putih yang tembus cahaya 14 %, kayu reng ukuran 2×3 cm tinggi 1 meter.

Cara membuatnya

1. Kawat besar 3-4 mm dibuat kerangka panjang 40 cm lebat dan tinggi 25 cm.

2. Kawat Strimin lubang1 cm di bentuk kotak sesuai dengan kerangka no 1

3. Strimin lubang 0,5 cmdibuat selongsong dengan ukuran disesuaikan dengan lubang pada liang tikus pada bagian ujung mengerucut panjang 25 cm

4. Selongsong no 3 dipasang oada salah satu sisi yang ukuranya 25 cm dengan bagian ujung diposisikan pada tengah-tengah kotak strimin

5. Semua pertemuan kawat kerangka dengan kawat strimin diikat dengan kawat strimin diameter 1 mm

6. Dibuat jendela pada salah satu sisi untuk mengeluarkan tikus yang tertangkap.

Cara memasangnya

1. Pemasangan pagar barier dari plastic degan menggunakan tiang dari kayu reng

2. Bentangkan plastic gara hasilnya lebih tegak, maka dibuat lebar /tinggi 70 cm diatas tanah dan dibenamkan 25 cm jarak antara tiang 2 meter yang ditancapkan pada tanah

3. Setelah plastic terpasang mengelilingi petakan , plastic tersebut diberi lubang yang disamakan dengan lubang selongsong bubu dan dipilih tempat dimana tikusss sering lewat

4. Bubu di pasag pada bentangan plastic yang telah di lubangi jarak antar bubu 20 meter dan bubu diletakan pada bagian dalam pagar plastic

5. Diharapkan tikus yang akan masuk kepetakan dapat tertangkap dan juga dipasang pada bagian luar diharapkan apabila tikus yang mau keluar bisa tertangklap pula.

Cara pengefektifkan perangkap bubu

1. Perangkap bubu dipasang poada tempat dimana tikus sering lewat

2. Dilakukan pengamatan setiap pagi hari

3. Lakukan pengecekan dilahan karena perangkapbisa bergeser

4. Bahan pembuat perangkap harus dipilih bahan yang kuat

5. Pemasangan perangkap harus seawall mungkin

6. Dilaksanakan secara luas dan seimbang

7. Dikombinasikan dengan pengendalian hama yang lain dalam rangka PHT.

Sumber

Serech, 2006. Majalah Kampus Cultivar Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Yogyakarta , yogyakarta

Suharno, 2005. Perlindungan Tanaman. Diktat STPP, jurluhtan, yogyakarta

disadur kembali dari : ahmadsarbini.wordpress.com

Pertanian Organik di Jepang


Penulis: Arli Aditya Parikesit


Jepang dikenal sebagai negara paling maju di Asia. Namun tahukah anda, bahwa pertanian disana ternyata masih kuat nuansa ‘tradisional’nya? Bagaimana itu? Mari kita simak selengkapnya!

Begitu kita berada di luar Tokyo, terjadilah anomali. Ini terjadi karena ternyata Negeri matahari terbit ini juga merupakan negeri para petani lokal/kecil. Di Fukuoka, kota terbesar nomor tujuh di Jepang, ladang padi yang damai terselip diantara rumah dan candi, dalam bayang-bayang pencakar langit yang hanya berjarak 10 mil.

Di iklim yang sangat kondusif ini, pertanian keluarga menanam buat dan sayuran dalam siklus tahunan, untuk memproduksi bahan pangan bagi kota berpenduduk 1,3 juta ini. Di daerah suburban, dimana pertanian lokal jauh lebih banyak, konsumen sering mendapatkan sayuran yang baru dipetik tadi pagi untuk makan malam. Di supermarket pada jantung kota Fukuoka, adalah umum untuk mendapatkan sayuran yang dipanen sehari sebelumnya.

Hasil pertanian segar

Jika anda menggigit tomat atau stroberi disini, maka efek dari kesegarannya akan segera terasa. Mereka sangat penuh cita rasa, sehingga tidak perlu dipersiapkan lebih lanjut lagi. Bahkan anak-anak menyukai sayuran, termasuk juga yang dianggap tidak enak seperti bayam atau kacang-kacangan.

Jepang memiliki istilah untuk hasrat terhadap makanan lokal dan segar: chisan, chishou, yang berarti, ‘produksi lokal, dan konsumsi lokal’.

Preservasi chisan-chisou pada salah satu negara yang paling terurbanisasi di dunia merupakan teladan yang baik, bahwa di negara lain yang terurbanisasi hal ini juga dapat diterapkan.

Dengan perkecualian Hokkaido, pulau Jepang yang paling utara dan paling rural, sebagian besar pertanian di Jepang adalah operasi skala kecil yang dijalankan oleh beberapa anggota keluarga. Hasilnya tidak hanya pada kesegaran makanan lokal, namun juga dedikasi untuk terhadap produk. Anggur dan peach, diantara buah lain, mereka lindungi dengan pelindung, sewaktu masih tumbuh, untuk melindungi mereka dari serangga dan gangguan lain. Tanah pun dipetakkan dengan baik, sehingga sayuran akan tumbuh dari dalam beberapa kaki. Dengan bantuan dari rumah kaca, hal ini membantu pasokan tanaman dari musim semi, panas, gugur, dan dingin. Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh tangan. Petani Jepang memproduksi semangka kotak, dari trik bonsai dengan membentuk semangka menjadi kubus sewaktu ia tumbuh, sehingga ia dapat dimasukkan kedalam kulkas. Ini menunjukkan dedikasi mereka terhadap pertanian.

Bantuan Pemerintah

Dalam era modern ini, generasi muda sudah mulai tidak tertarik atau mengapresiasi pertanian chisan chishou. Namun, pemerintah Jepang tidak tinggal diam. Mereka memberikan insentif-insentif, untuk mengakselerasi pertanian lokal. Di 20 tahun terakhir ini, pemerintah telah memfasilitasi pertanian lokal untuk memasuki pasar. Menjual tanah pertanian kepada kepentingan komersial, akan dipajaki sangat tinggi oleh pemerintah, sementara memberikan tanah tersebut ke anak untuk pertanian hanya dipajaki sangat minim. Pusat pertanian juga mengundang anak-anak sekolah untuk menanam dan memanen, untuk meningkatkan minat mereka. Pertanian kadang menjadi bagian dari kurikulum sekolah.

Minoru Yoshino dari Pusat Penelitian Pertanian Fukuoka menjabarkan peran pemerintah pada chisan-chishou dalam tiga hal. Makanan lokal yang segar adalah lebih sehat, dan rasa yang nikmat akan meningkatkan konsumsi sayuran. Sementara, pertanian lokal adalah lebih baik bagi kelestarian lingkungan, karena hanya memerlukan air dan pestisida lebih sedikit.

Diterjemahkan secara bebas dari http://www.livescience.com/health/060905_bad_farming.html

Sumber foto: http://genkijacs.com/images/

sumber: netsains.com